Adi Rusli dan Defi Nofitra Ungkap Ancaman Ransomware Berbasis AI, Indonesia Perlu Waspada
- account_circle Nuraini
- calendar_month Kam, 6 Nov 2025
- visibility 58
- comment 0 komentar

ZONA.CO.ID — Ancaman kejahatan siber terus meningkat seiring berkembangnya teknologi kecerdasan buatan (AI).
Laporan dari sejumlah lembaga keamanan digital internasional mencatat adanya lonjakan signifikan serangan ransomware berbasis AI di kawasan Asia-Pasifik dalam beberapa bulan terakhir.
Ransomware jenis baru ini memanfaatkan algoritma AI untuk menganalisis sistem target, mempelajari pola pertahanan, dan mengenkripsi data secara otomatis.
Cara kerja yang lebih adaptif ini membuat serangan siber semakin sulit dideteksi dan berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi sektor pemerintahan maupun swasta.
Seorang analis keamanan siber independen menjelaskan bahwa AI memungkinkan pelaku kejahatan digital menyesuaikan strategi serangan secara real-time.
“Teknologi ini membuat serangan menjadi lebih cepat dan presisi karena sistem AI dapat belajar dari reaksi korban,” ujarnya dikutip dari laporan keamanan digital CyberDefense Indonesia, 2025.
Di tingkat global, sejumlah pakar juga menyoroti tren serangan berbasis AI ini. Adi Rusli, Country Manager Palo Alto Networks Indonesia, menyebut bahwa kecepatan serangan ransomware semakin mengkhawatirkan.
“Lebih mengkhawatirkan lagi, hanya butuh sekitar 25 menit bagi penyerang untuk mencuri dan mengeksploitasi data perusahaan,” ujarnya dalam diskusi Virtus Showcase 2025, dikutip dari Medcom.id.
Sementara itu, Defi Nofitra, Country Manager Kaspersky Indonesia, menilai munculnya kelompok ransomware berbasis AI seperti FunkSec merupakan sinyal ancaman baru yang harus diwaspadai.
“Dengan memanfaatkan kode hasil AI dan taktik berbiaya rendah namun bervolume tinggi, kelompok seperti ini bisa menyerang berbagai sektor, termasuk di Indonesia,” katanya seperti dilansir Digitalbank.id.
Dari sisi internasional, Grant Bourzikas, Chief Security Officer Cloudflare, mengungkapkan bahwa perusahaan di Asia-Pasifik kini menghadapi tekanan yang meningkat akibat serangan siber yang kian kompleks.
“Para pemimpin keamanan siber menghadapi tekanan besar dari serangan yang semakin canggih, regulasi yang ketat, serta sumber daya yang terbatas. Mereka harus terus menilai ulang strategi, anggaran, dan solusi keamanan yang digunakan,” ujarnya dikutip dari Cloudflare Asia-Pacific Report.
Di Indonesia, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) terus mengimbau institusi dan pelaku usaha untuk melakukan pembaruan sistem secara berkala, menggunakan autentikasi berlapis, serta meningkatkan literasi keamanan digital di lingkungan kerja.
Di tingkat daerah, Pemerintah Provinsi Sumatra Utara dan Pemerintah Kota Medan mulai memperkuat tata kelola keamanan digital melalui peningkatan infrastruktur pusat data, pelatihan keamanan informasi bagi aparatur sipil negara (ASN), dan kerja sama dengan lembaga siber nasional guna menekan potensi serangan terhadap sistem layanan publik.
Dengan pesatnya perkembangan AI, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat digital menjadi langkah penting untuk memperkuat pertahanan siber nasional dari ancaman yang semakin kompleks.*
- Penulis: Nuraini
- Editor: Nuraini
- Sumber: Medcom.id

Saat ini belum ada komentar