Demis Hassabis, CEO Google DeepMind dan Otak di Balik Gemini AI yang Populerkan Tren Foto Miniatur Realistis di Dunia Maya
- account_circle Nuraini
- calendar_month Rab, 5 Nov 2025
- visibility 33
- comment 0 komentar

ZONA.CO.ID – Dunia digital tengah diselimuti tren visual baru yang memikat banyak warganet. Melalui kecanggihan Gemini AI, teknologi besutan Google DeepMind, kini siapa pun dapat mengubah foto biasa menjadi versi miniatur yang tampak seperti action figure sungguhan.
Fenomena ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga menunjukkan kemajuan luar biasa dalam dunia kecerdasan buatan (AI) modern.
Tren foto miniatur ini merebak di berbagai platform seperti Instagram, TikTok, hingga X (Twitter).
Para pengguna memamerkan hasil karya mereka — mulai dari potret diri, hewan peliharaan, hingga benda favorit — yang diubah menjadi figur mungil berpose unik, seolah difoto di dalam studio profesional.
Tokoh utama di balik inovasi ini adalah Demis Hassabis, ilmuwan AI asal Inggris sekaligus CEO dan pendiri Google DeepMind, perusahaan riset AI yang berada di bawah naungan Alphabet Inc., induk perusahaan Google.
Hassabis dikenal luas karena keberhasilannya menciptakan AlphaGo, sistem AI pertama yang mampu mengalahkan juara dunia permainan Go pada tahun 2016 — pencapaian monumental yang mengubah cara dunia memandang potensi AI.
Dalam wawancara resminya di laman DeepMind, Hassabis menjelaskan bahwa proyek Gemini adalah bagian dari upayanya menciptakan kecerdasan buatan yang bisa berpikir, memahami, dan berkolaborasi dengan manusia secara alami.
“Kami ingin membangun sistem AI yang tidak hanya pintar, tapi juga imajinatif — yang bisa membantu manusia menciptakan ide dan ekspresi baru,” ujar Demis Hassabis.
Teknologi Gemini AI sendiri merupakan evolusi dari model Bard, dengan kemampuan multimodal yang memungkinkan sistem memahami teks, gambar, dan konteks secara bersamaan.
Fitur inilah yang membuat Gemini unggul dalam menghasilkan gambar miniatur realistis yang kini menjadi viral di seluruh dunia.
Popularitas tren foto miniatur AI ini semakin meningkat sejak pertengahan 2025. Banyak kreator digital memanfaatkan Gemini untuk membuat potret versi mini mereka dengan latar sinematik dan pencahayaan artistik.
Kunci utama dalam menciptakan hasil realistis terletak pada penggunaan prompt yaitu instruksi teks yang diketik oleh pengguna.
Dengan susunan kata yang tepat, AI dapat memahami konsep visual secara detail, menciptakan efek tiga dimensi dengan tingkat realisme tinggi.
Salah satu pengguna Gemini AI asal Medan, Sumatera Utara, mengaku tren ini memberinya inspirasi baru.
“Awalnya cuma coba-coba buat miniatur diri sendiri, tapi hasilnya keren banget. Sekarang saya malah dapat banyak pesanan dari teman buat bikin versi mini mereka,” ungkapnya saat ditanya Wartawan.
Meski disambut antusias, fenomena ini juga menimbulkan diskusi tentang batas antara seni dan rekayasa algoritma.
Beberapa pakar menilai AI seperti Gemini dapat memperluas ruang ekspresi manusia, namun di sisi lain berpotensi mengaburkan nilai orisinalitas karya.
Pakar komunikasi digital dari Universitas Indonesia, Dr. Rendra Mahardika, menilai tren ini adalah “bukti bagaimana teknologi tidak lagi hanya menjadi alat, tetapi juga bagian dari proses kreatif manusia.”
Ia menambahkan, yang terpenting adalah bagaimana masyarakat memahami dan menggunakan teknologi ini secara etis dan produktif.
Di Indonesia, khususnya di daerah seperti Sumatera Utara dan Labuhanbatu, teknologi ini membuka peluang besar bagi para fotografer dan kreator konten lokal.
Dengan hanya bermodalkan ide dan akses internet, mereka bisa menciptakan karya bergaya profesional tanpa peralatan mahal.
Gemini AI juga dinilai dapat menjadi alat bantu edukatif di bidang desain grafis, pemasaran digital, dan fotografi modern, sekaligus memperkenalkan masyarakat pada potensi positif kecerdasan buatan.*
- Penulis: Nuraini
- Editor: Nuraini
- Sumber: Alphabet Inc

Saat ini belum ada komentar